cari di sini

Loading

Sunday, June 9, 2013

IMPACT OF OIL PRICE SUBSIDY REDUCTION POLICY ON PERFORMANCE OF WOOD PRODUCTS INDUSTRY

Subsidi harga BBM (Bahan Bakar Minyak) dihitung sebagai selisih antara penjualan dalam negeri produk BBM dengan komponen biaya pokok pengadaan BBM. Lima komponen tersebut adalah:

1. Biaya pengadaan minyak mentah dan bahan baku lain.
2. Biaya pembelian produk BBM.
3. Biaya operasi pengadaan dan distribusi BBM.
4. Biaya operasional.
5. Faktor pengurang nilai produk BBM.

Biaya operasional dibedakan ke dalam tujuh komponen. Tujuh komponen tersebut adalah:

1. Biaya pengolahan.
2. Biaya angkutan laut.
3. Biaya distribusi.
4. Biaya overhead.
5. Bunga.
6. Depresiasi.
7. Perubahan persediaan.

Tahun Anggaran 1998/1999 besarnya subsidi harga BBM yang dibayarkan oleh pemerintah kepada Pertamina adalah Rp 27.5 triliun. Nilai subsidi BBM ini merupakan selisih dari penjualan BBM dalam negeri sebesar Rp 22.5 triliun dan komponen biaya BBM sebesar Rp 50 triliun.

Dengan pengurangan subsidi harga BBM sebesar 30% atau kenaikan harga BBM rata-rata 12%, jumlah anggaran subsidi harga BBM dalam RAPBN (Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara) tahun 2000 masih tinggi yaitu Rp 18.3 triliun.

Kenaikan harga BBM dikhawatirkan mendorong lebih jauh penurunan kinerja industri hasil hutan kayu, khususnya dalam hal penawaran dan permintaannya. Alasan pertama, potensi kayu hutan alam telah menurun, hal ini telah menyebabkan biaya logging meningkat secara riil dari sebelumnya. Kedua, dalam biaya pemanenan kayu, komponen BBM berkontribusi signifikan (sekitar 30%).

Dalam kondisi Permintaan konstan, pengurangan subsidi atau kenaikan harga BBM di industri kayu olahan hilir menggeser kurva penawaran kayu olahan hilir ke kiri dari Ss0 ke Ss1. Maka harga keseimbangan kayu olahan hilir meningkat dari Ps0 ke Ps1 dan keseimbangan penawaran dan permintaan turun dari qs0 ke qs1.

Dalam kondisi penawaran konstan, penurunan permintaannya menyebabkan harga kayu olahan hulu menurun dari Pp0 ke Pp1 dan keseimbangan permintaan dan penawarannya menurun dari qp0 ke qp1.

Model industri hasil hutan kayu yang dibangun telah menangkap realitas yang menjadi perhatian dalam kinerja industri hasil hutan kayu dan dapat menjelaskan hubungan-hubungan ekonomi yang terbentuk sesuai dengan prediksi teori. Hasil ini  juga menunjukkan bahwa model yang dibangun dapat digunakan sebagai alat simulasi dan peramalan. Dengan model yang diperoleh, dampak kebijakan pengurangan subsidi harga BBM terhadap kinerja industri hasil hutan kayu dan kesejahteraan sosial dianalisis.

Secara umum, kenaikan harga BBM dengan adanya subsidi dari pemerintah cenderung inelastis, hal ini dikarenakan terbatasnya barang substitusi dan komplementer dari BBM tersebut. Selain itu, total revenue sangat dipengaruhi oleh subsidi dari pemerintah kepada perusahaan industri kayu tersebut.

ECONOMIC IMPACT OF TOURISM AND GLOBALIZATION IN INDONESIA

            Dampak globalisasi menimbulkan dampak baik dan buruk. Dulu globalisasi dianggap memiliki efek buruk terhadap neraca perdagangan Indonesia. Karena dengan adanya perdagangan bebas/liberalisasi perdagangan maka, pemerintah membuat kebijakan dengan mengurangi tarif impor dan pengenaan pajak pada komoditas domestik. Dan ini berdampak pada sisi produksi, dengan penurunan harga domestik maka membuat para produsen lebih kompetitif dalam bersaing dengan pesaing yang ada di pasar. Sebenarnya ini merangsang produksi dalam negeri dan meningkatkan lapangan pekerjaan serta meningkatkan PDB. Dengan meningkatnya produksi dalam negeri maka menaikkan pendapatan rumah tangga dan menciptakan lebih banyak permintaan dalam pasar domestik. Karena permintaan dalam negeri meningkat maka meningkatkan impor, tetapi ekspor menurun. Itu karena neraca pasar domestik lebih menguntungkan bagi produsen. Oleh karena itu neraca perdagangan memburuk.

Semakin berkurangnya pajak yang diterima oleh pemerintah juga semakin memperburuk kekurangannya. Dengan kurangnya pajak yang diterima pemerintah membuat pemerintah kurang mampu membiayai anggaran pengeluarannya, tapi memiliki sisi positif pada kesejahteraan dalam negeri sehingga konsumsi rumah tangga meningkat. Untuk menyeimbangkan neraca perdagangan yang buruk itu, sektor pariwisata bisa menjadi solusinya. Seperti yang telah dijelaskan di jurnal bahwa kenaikan permintaan pariwisata asing akan membuat produksi lebih meningkat dan penyerapan tenaga kerja domestik meningkat.
Dengan adanya hubungan antara harga yang menurun, permintaan, dan income yang berjalan semakin tinggi di dalam kasus ini maka dapat disimpulkan bahwa ini bersifat elastis. Untuk mencegahnya menjadi inelastis, maka pemerintah seharusnya membuat kebijakan untuk menaikan harga dan menurunkan tarif pajak.http://abdulhalimutama.blogspot.com/2012/02/ringkasan-jurnal-jurnal-elastisitas.html
diranslet oleh Lisa gusriwati

No comments:

Post a Comment