IMPACT OF OIL PRICE SUBSIDY REDUCTION POLICY ON PERFORMANCE OF WOOD PRODUCTS INDUSTRY
Subsidi
harga BBM (Bahan Bakar Minyak) dihitung sebagai selisih antara
penjualan dalam negeri produk BBM dengan komponen biaya pokok pengadaan
BBM. Lima komponen tersebut adalah:
1. Biaya pengadaan minyak mentah dan bahan baku lain.
2. Biaya pembelian produk BBM.
3. Biaya operasi pengadaan dan distribusi BBM.
4. Biaya operasional.
5. Faktor pengurang nilai produk BBM.
Biaya operasional dibedakan ke dalam tujuh komponen. Tujuh komponen tersebut adalah:
1. Biaya pengolahan.
2. Biaya angkutan laut.
3. Biaya distribusi.
4. Biaya overhead.
5. Bunga.
6. Depresiasi.
7. Perubahan persediaan.
Tahun
Anggaran 1998/1999 besarnya subsidi harga BBM yang dibayarkan oleh
pemerintah kepada Pertamina adalah Rp 27.5 triliun. Nilai subsidi BBM
ini merupakan selisih dari penjualan BBM dalam negeri sebesar Rp 22.5
triliun dan komponen biaya BBM sebesar Rp 50 triliun.
Dengan
pengurangan subsidi harga BBM sebesar 30% atau kenaikan harga BBM
rata-rata 12%, jumlah anggaran subsidi harga BBM dalam RAPBN (Rencana
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara) tahun 2000 masih tinggi yaitu Rp
18.3 triliun.
Kenaikan
harga BBM dikhawatirkan mendorong lebih jauh penurunan kinerja industri
hasil hutan kayu, khususnya dalam hal penawaran dan permintaannya.
Alasan pertama, potensi kayu hutan alam telah menurun, hal ini telah
menyebabkan biaya logging meningkat secara riil dari sebelumnya. Kedua, dalam biaya pemanenan kayu, komponen BBM berkontribusi signifikan (sekitar 30%).
Dalam
kondisi Permintaan konstan, pengurangan subsidi atau kenaikan harga BBM
di industri kayu olahan hilir menggeser kurva penawaran kayu olahan
hilir ke kiri dari Ss0 ke Ss1. Maka harga keseimbangan kayu olahan hilir
meningkat dari Ps0 ke Ps1 dan keseimbangan penawaran dan permintaan
turun dari qs0 ke qs1.
Dalam kondisi penawaran konstan, penurunan permintaannya menyebabkan harga kayu olahan hulu menurun dari Pp0 ke Pp1 dan keseimbangan permintaan dan penawarannya menurun dari qp0 ke qp1.
Model
industri hasil hutan kayu yang dibangun telah menangkap realitas yang
menjadi perhatian dalam kinerja industri hasil hutan kayu dan dapat
menjelaskan hubungan-hubungan ekonomi yang terbentuk sesuai dengan
prediksi teori. Hasil ini juga menunjukkan bahwa model yang dibangun
dapat digunakan sebagai alat simulasi dan peramalan. Dengan model yang
diperoleh, dampak kebijakan pengurangan subsidi harga BBM terhadap
kinerja industri hasil hutan kayu dan kesejahteraan sosial dianalisis.
Secara
umum, kenaikan harga BBM dengan adanya subsidi dari pemerintah
cenderung inelastis, hal ini dikarenakan terbatasnya barang substitusi
dan komplementer dari BBM tersebut. Selain itu, total revenue sangat dipengaruhi oleh subsidi dari pemerintah kepada perusahaan industri kayu tersebut.
ECONOMIC IMPACT OF TOURISM AND GLOBALIZATION IN INDONESIA
Dampak globalisasi menimbulkan dampak baik dan buruk. Dulu globalisasi
dianggap memiliki efek buruk terhadap neraca perdagangan Indonesia.
Karena dengan adanya perdagangan bebas/liberalisasi perdagangan maka,
pemerintah membuat kebijakan dengan mengurangi tarif impor dan pengenaan
pajak pada komoditas domestik. Dan ini berdampak pada sisi produksi,
dengan penurunan harga domestik maka membuat para produsen lebih
kompetitif dalam bersaing dengan pesaing yang ada di pasar. Sebenarnya
ini merangsang produksi dalam negeri dan meningkatkan lapangan pekerjaan
serta meningkatkan PDB. Dengan meningkatnya produksi dalam negeri maka
menaikkan pendapatan rumah tangga dan menciptakan lebih banyak
permintaan dalam pasar domestik. Karena permintaan dalam negeri
meningkat maka meningkatkan impor, tetapi ekspor menurun. Itu karena
neraca pasar domestik lebih menguntungkan bagi produsen. Oleh karena itu
neraca perdagangan memburuk.
Semakin
berkurangnya pajak yang diterima oleh pemerintah juga semakin
memperburuk kekurangannya. Dengan kurangnya pajak yang diterima
pemerintah membuat pemerintah kurang mampu membiayai anggaran
pengeluarannya, tapi memiliki sisi positif pada kesejahteraan dalam
negeri sehingga konsumsi rumah tangga meningkat. Untuk menyeimbangkan
neraca perdagangan yang buruk itu, sektor pariwisata bisa menjadi
solusinya. Seperti yang telah dijelaskan di jurnal bahwa kenaikan
permintaan pariwisata asing akan membuat produksi lebih meningkat dan
penyerapan tenaga kerja domestik meningkat.
Dengan
adanya hubungan antara harga yang menurun, permintaan, dan income yang
berjalan semakin tinggi di dalam kasus ini maka dapat disimpulkan bahwa
ini bersifat elastis. Untuk mencegahnya menjadi inelastis, maka
pemerintah seharusnya membuat kebijakan untuk menaikan harga dan
menurunkan tarif pajak.http://abdulhalimutama.blogspot.com/2012/02/ringkasan-jurnal-jurnal-elastisitas.html
diranslet oleh Lisa gusriwati
No comments:
Post a Comment